span.fullpost {display:none;}

25 October 2006

Romantis, Kapitalis, Sosialis


Read more!


Ujang:"Dikasih minum aja mau diajak tidur, apalagi diajak makan malam".
Nadine: "god shake Ujang it's just a dinner"


Salah satu dialog yang menggelitik di episode Ujang Pantry 2, membuat saya memberi opini tentang salah satu program televisi I-Sinema yang tayang di Antv. Harus saya akui ini salah satu film televisi yang sangat-sangat menarik.


Film garapan Rudi Sujarwo, dengan penulis naskah Monty Tiwa, berhasil memberikan kejutan pada sequlnya ke 2. plus pengambilan gambar yang cukup menghibur mata.

Ketika saya menonton Ujang Pantry pertama, saya mendapati cerita yang berbeda, meski tidak terlalu tajam bedanya dengan sinetron kebanyakan. Perbedaannya terletak di pengemasan cerita. Dialog-dialog yang menggelitik, serta visualisasi yang menarik, tentunya kehadiran Dina Olivia (Nadine) yang cantik, dan karakter Ringgo Agus Rahman (Ujang) berhasil memainkan masing-masing karakter tokoh cerita dengan baik.

Cerita diawali dengan "dihamilinya" Nadine oleh Ujang. Konflik Ujang-Nadine terjadi. Aborsi, benci, cinta, sayang menjadi keyword alur cerita. Ternyata di ahir cerita, sutradara dan penulis cerita membuat ending yang menggantung dan itu berhasil membuat penonton penasaran. Entah ini keinginan sutradara/penulis naskah yang membuat cerita menggantung karena durasi, atau strategi untuk tawaran berikutnya.

Dan ternyata Squel Ujang Pantry pun hadir. Hadir karena keinginan untuk memuaskan penonton sekaligus keberhasilan strategi untuk mendapatkan job tambahan bagi sutradara/penulis naskah.

Awalnya saya berpikir kalau pun ada sequel ujang pantry, alur cerita sudah dapat ditebak, seperti kebanyakan sinetron lainnya. Tapi saya salah, lagi-lagi kejutan muncul. Alur cerita tidak sesederhana yang saya bayangkan namun ringan untuk ditonton. Dialog menggelitik tetap muncul dan jadi daya tarik yang menarik. Dan saya salut, penulis naskah sempat-sempatnya
memunculkan dialog pemikiran antara sosialis-kapitalis...kereen dan saya suka sekali itu, tidak biasa untuk kelas tayangan film televisi. Penulis naskah, ternyata tidak mengikuti alur hukum pasar televisi Indonesia, yang saya maksud adalah karakter industri televisi yang mengeksploitasi habis budaya "melow sociaty" (pola miskin-kaya, penindas-ditindas).

Dan hasilnya sebagain masyarakat suka dengan cerita Ujang Pantry. Ahir kata...saya berpikir apakah cerita ini ada di di kehidupan nyata?